PENGERTIAN ILMU HADITS,
TUJUAN MEMPELAJARI DAN CAKUPANNYA
Makalah
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen
Pengampu : Titik Rahmawati, M.Ag

Oleh
:
1.
Melinda Khoirunnisa’ (133511003)
2.
Siti Munawaroh (133511026)
3.
Anis Maghfiroh (123411026)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Banyak diantara kita
yang mungkin terjadi kesalahpahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang
dinamakan hadits, sunnah, khabar, atau atsar. Karena pada dasarnya terdapat
perbedaan diantara ke empat istilah tersebut.
Seperti yang telah kita
ketahui di antara sumber penetapan hukum di
dalam Islam setelah al-Qur’an yaitu Hadits. Hadits merupakan segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, dan taqrir
yang nantinya akan dijadikan acuan karena Nabi merupakan makhluk yang mulia dan
luput dari alpha.
Kedudukan al-hadits
sangat diperlukan dalam penetuan hokum-hukum yang termaktub dalam al-Qur’an
karena isi dan kandungannya belum dapat dipahami secara tekstual, maka hadits
menjadi faktor pendukung dalam penafsiran al-Qur’an untuk mengantarkan umat
Islam agar dapat memahami kajian hadits dengan mudah dan benar maka muncullah
ilmu hadits sebagai sarana untuk memahami, mengkaji, dan menganalisa sebuah
hadits. Ibaratnya seseorang tidak akan menyeberangi sebuah sungai yang deras
tanpa adanya sebuah jembatan. Jembatan inilah yang disebut Ulumul Hadits untuk
bisa sampai kepada pemahaman hadits.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits beserta tujuan dan
cakupan ilmu hadits.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian ilmu hadits?
2. Apa
tujuan mempelajari ilmu hadits?
3. Apa
cakupan dalam ilmu hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu Hadits
Kata “ilmu hadits” berasal dari bahasa Arab ‘ilm al-hadits, yang
terdiri atas kata ‘ilm dan hadits, ‘ilm berarti pengetahuan, jamaknya ulum
yang berarti ilmu-ilmu[1]
Kata “Hadits” berasal dari bahasa Arab yakni al-hadits, jamaknya al-haadits, al-hidsan, dan al-hudson.
Dan dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, di antaranya (1) al-jadid
(yang baru), lawan dari al-qadim (yang lama), (2) al-khabar (kabar atau
berita).[2] Secara
terminologis, ahli Hadits dan ahli Ushul berbeda pendapat dalam memberikan
pengertian tentang Hadits. Di kalangan ahli hadits sendiri ada beberapa
definisi yang antara satu dengan lainnya agak berbeda, diantaranya :[3]
كل مااثرعن
النبي ص م من قول وفعل تقرير وصفة
“Segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataa, perbuatan, taqrir, maupun
sifatnya”.
Sementara itu para ahli Ushul memberikan definisi
Hadits yang lebih terbatas dari rumusan di atas. Menurut mereka Hadits adalah:[4]
اقوال النبي ص م مما يصلح ان يكون
دليلا لحكم شرعي
“Segala perkataan Nabi SAW yang dapat dijadikan
dalil untuk penetapan hukum
syara’ ”.
Bila dicermati, baik menurut definisi ahli hadits
maupun ahli usul, seperti yang telah disebutkan diatas, maka kedua pengertian
yang diajukannya memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW tanpa menyinggung perilaku dan ucapan sahabat atau
terbatas atau sempit.
Kata “ilmu hadits” merupakan kata serapan dari
bahasa Arab, “ilmu al-hadits”, yang
terdiri atas dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadits”. Jika mengacu kepada
pengertian hadits, berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang
segala yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
takrir maupun lainnya, maka segala ilmu yang membicarakan masalah hadits pada
berbagai aspeknya berarti termasuk ilmu hadits. Secara terminologis, ulama mutaqaddimin
merumuskannya bahwa ilmu hadits adalah:[5]
علم يبحث
فيه عن كيفية اتصال الاحاديث بالرسول الله صلي الله عليه وسلم من حيث معرفة
الاحوال رواتها وظبط عدالة وم حيث كيفية السنداتصالاوانقطاعا
“Ilmu
pengetahuan yang membicarakan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan
hadits sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya yang
menyangkut ke-dhabit-an dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya”.
B.
Tujuan
Mempelajari Ilmu Hadits
Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk
mengetahui hadits-hadits yang shahih , yakni mengetahui keadaan dari suatu
hadits, apakah hadits tersebut shahih, hasan, atau bahkan dhaif (lemah,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan).[6]
Sedangkan secara rinci, tujuan mempelajari ilmu
hadits antara lain:[7]
1. Mengetahui
istilah-istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang
bukan hadits
2. Mengetahui
kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi)
dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sanad dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang
diterima dan mana yang ditolak.
3. Mengetahui
usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan
menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengodifikasikannya ke
dalam berbagai kitab hadits.
4. Mengenal
tokoh-tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran
penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber syari’ah
islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan-tangan kotor yang
tidak bertanggung jawab.
C.
Cakupan
Ilmu Hadits
1. Ilmu
Hadits Riwayah
a. Pengertian
Kata
riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah, artinya ilmu hadits berupa periwayatan.[8]
Banyak definisi ilmu hadits yang dikemukakan para ulama. Dan yang paling
terkenal di antaranya adalah definisi Ibnu al-Akhfani yang mengatakan bahwa ilmu
hadits riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
Nabi SAW periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafal-lafalnya.[9]
Definisi
di atas mengacu kepada rumusan hadits secara luas, sedangkan definisi yang
mengacu kepada rumusan hadits yang terbatas atau sempit, maka definisinya ialah
ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada Nabi SAW semata.
b. Objek
dan Kegunaannya
Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah
bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan atau
mentadwinkan. Dalam meriwayatkan hadits atau mentadwinkan hadits hanya
disebutkan apa adanya baik yang berkaitan dengan sanad maupun matan. Kegunaan ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan hadits yang tidak berasal dari sumbernya (Nabi
Muhammad SAW).
2. Ilmu
Hadits Dirayah
a. Pengertian
Ilmu
hadits dirayah ialah kumpulan dari kaidah-kaidah dan masalah-masalah yang di
dalamnya dapat diketahui keadaan riwayat dan menyalin hadits sekaligus dengan
sanadnya, baik dia seorang laki-laki ataupun perempuan dan yang diriwayatkan
disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada selainnya baik terhadap sahabat ataupun
tabi’in dan yang lain.[10]
Nuruddin
‘Itr mengungkapkan bahwa definisi yang paling baik untuk ilmu ini adalah
definisi menurut Imam ‘Izuddin bin Jama;ah berikut:
علم بقوانين يعرف بها احوال السند والمتن
“Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan”.
Adapun pengertian ilmu hadits dirayah menurut Ibnu
al-Akhfani adalah ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macam, dan hukum-hukumnya. Dan untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan dengannya.[11]
b. Objek
dan Kegunaannya
Objek kajian ilmu hadits dirayah adalah keadaan para periwayat atau
rawi dan hadits-hadits yang mereka riwayatkan atau marwi. Keadaan para
periwayat menyangkut pribadi seperti akhlak, tabiat, keadaan hafalannya atau
menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan hadits-hadits
yang diriwayatkan dari segi kesahihan, kedhaifan, dan dari segi lain-lainya
yang berkaitan dengan keadaan matan.[12]
Kegunaan mempelajari ilmu hadits dirayah cukup banyak antara lain:[13]
1.
Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak
zaman Nabi SAW hingga sekarang. Hadits dan ilmu hadits telah mengalami sejarah
perkembangan yang cukup signifikan sejak masa awal Islam hingga masa sekarang.
2.
Dapat
mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
3.
Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits
lebih lanjut.
4.
Dapat melakukan
penelitian hadits dan melakukan penilaian terhadap kualitas hadits tertentu.
5.
Dapat melakukan
klarifikasi dan kritik ulang terhadap suatu hadits yang kualitasnya masih
diperselisihkan. Tidak sedikit hadits yang dalam rentang waktu cukup lama
diperselisihkan kualitasnya di kalangan para ulama, dan memerlukan klarifikasi
serta kritik ulang sehingga diketahui status hadits yang sesungguhnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu hadits adalah ilmu yang
mengkaji dan membahas segala yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan, ataupun sifat-sifat, tabiat, dan tingkah
lakunya atau yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk
mengetahui hadits-hadits yang shahih , yakni mengetahui keadaan dari suatu
hadits, apakah hadits tersebut shahih, hasan, atau bahkan dhaif (lemah,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan).
Adapun
ruang lingkup pembahasan ilmu hadits pada garis besarnya meliputi ilmu hadits
riwayah dan ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang
menukilkan segala yang disandarkan kepada Nabi SAW semata. Sedangkan ilmu
hadits dirayah adalah keadaan para periwayat (rawi) dan hadits-hadits yang
mereka riwayatkan.
B.
Penutup
Demikianlah makalah ini kami susun
dan tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjal. 1989. Ushul al Hadist Ulumul Mustalahuh. Beirut: Dar al-Fikr
Idri. 2010. Studi Hadis.
Jakarta: Kencana
‘Itr, Nuruddin. 2012. ‘Ulumul
Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakrya
Ranuwijaya, Utung. 1996. Ilmu
Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul
Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia
Supatra, Munzir. 2003. Ilmu
Hadits. Jakarta: Amzah
Suryadilaga, M. Alfatih. 2010. Ulumul
Hadits. Yogyakarta: Teras
http://www.scribd.com/doc/24475678/ULUMUL-HADITS diakses pada
tanggal 10 Maret pukul 20:04
[2] Sohari
Sahrani, Ulumul Hadits (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 1
[3] Utang
Ranuwijaya, Ilmu Hadits (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1996), hlm 2
[4] Utang
Ranuwijaya, hlm. 3
[5]
Sohari Sahrani, hlm. 71
[8] Sohari Sahrani, hlm. 72
[9] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadits, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 18
[10] M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2010),
hlm. 4
[11] Munzir Supatra, Ilmu Hadits, (Jakarta: Amzah, 2003),
hlm. 26
[12]
Muhammad ‘Ajjal al-Khatib, Ushul al Hadist Ulumul Mustalahuh, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1989), hlm. 7.
[13]
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 57